Ketemu jodoh pada orang Jawa dahulu ,biasanya
melalui cara yang disebut :
1. Babat alas artinya membuka
hutan untuk merintis membuat lahan. Dalam hal babat alas ini orangtua pemuda
merintis seorang congkok untuk mengetahui apakah si gadis sudah mempunyai calon
atau belum. Istilah umumnya disebut nakokake artinya menanyakan
2. Kalau sang pemuda belum kenal
dengan sang gadis, maka adanya upacara nontoni
Yaitu sang pemuda diajak
keluarganya datang ke rumah sang gadis, pada saat pemuda pemuda itu diajak/
diberi kesempatan untuk nontoni sang gadis pilihan orang tuanya
3. Bila cocok artinya saling
setuju, kemudian disusul dengan upacara nglamar atau meminang. Dalam upacara
nglamar, keluarga pihak sang pemuda menyerahkan barang kepada pihak sang gadis
sebagai peningset yang terdiri dari pakaian lengkap, dalam bahasa Jawanya
sandangan sapangadek.
4. Menjelang hari perkawinan
diadakan upacara srah-srahan atau asok tukon yaitu
pihak calon pengantin putra
menyerahkan sejumlah hadiah perkawinan kepada keluarga pihak calon pengantin
putri berupa hasil bumi, alat-alat rumah tangga, ternak dan kadang-kadang
ditambah sejumlah uang.
5. Kira-kira 7 hari (dulu 40
hari) sebelum hari pernikahan calon pengantin putri dipingit artinya tidak
boleh keluar dari rumah dan tidak boleh bertemu dengan calon suaminya. Selama
masa pingitan calon pengantin putri membersihkan diri dengan mandi kramas dan
badannya diberi lulur.
6. Sehari atau dua hari sebelum
upacara akad nikah di rumah orangtua calon pengantin putri membuat tratag dan
menghias rumah. Kesibukan tersebut biasanya juga dinamakan upacara pasang tarub
7. Upacara siraman yaitu
memandikan calon pengantin putri dengan kembang telon yaitu bunga mawar, melati
dan kenanga dan selanjutnya disusul dengan upacara ngerik. Upacara ngerik yaitu
membersihkan bulu-bulu rambut yang terdapat di dahi, kuduk, tengkuk dan di
pipi.
8. Setelah upacara ngerik, maka
pada malam hari diadakan upacara malam Midodareni. Calon pengantin putra datang
ke rumah pengantin putri dan selanjutnya calon pengantin putra menjalani
upacara nyantri.
9. Pada pagi harinya atau sore
harinya dilangsungkan upacara ijab kabul yaitu meresmikan kedua insan antara
pria dan wanita yang memadu kasih telah sah menjadi suami istri.
10. Sehabis upacara ijab kabul
dilangsungkan upacara panggih atau temon yaitu pengantin putra dan pengantin
putri ditemukan yang berakhir duduk bersanding di pelaminan.
11. Lima hari setelah akad nikah
dan upacara panggih diadakan upacara sepasaran pengantin atau ngunduh mantu
apabila disertai dengan pesta.
B. RANGKAIAN UPACARA ADAT
PENGANTIN JAWA
- Rangkaian upacara adat pengantin Jawa secara kronologis diuraikan dari awal sampai akhir sebagai berikut :
- Upacara siraman pengantin putra-putri
- Upacara malam midodareni
- Upacara akad nikah / ijab kabul
- Upacara panggih / temu
- Upacara resepsi
- Upacara sesudah pernikahan
Makna rangkaian upacara tersebut
secara perinci dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Upacara Siraman Pengantin
Putra-putri
Upacara siraman ini
dilangsungkan sehari sebelum akad nikah (ijab kabul). Akad nikah dilangsungkan
secara/menurut agama masing-masing dan hal ini tidak mempengaruhi jalannya
upacara adat. Langkah-langkah yang perlu diperhatikan pada upacara siraman
adalah :
a) Siraman Pengantin Putri
• Pengantin putri pada upacara
siraman sebaiknya mengenakan kain dengan motif Grompol yang dirangkapi dengan
kain mori putih bersih sepanjang dua meter dan pengantin putri rambutnya
terurai.
• Yang bertugas menyiram
pengantin putri adalah :
Bapak dan Ibu pengantin putri,
disusul Bapak dan Ibu pengantin putra, diteruskan oleh orang-orang tua serta
keluarga yang dianggap telah pantas sebagai teladan. Siraman ini dilanjutkan
dan diakhiri juru rias dan paling akhir adalah dilakukan oleh pengantin
sendiri, sebaiknya pergunakan air hangat agar pengantin yang disirami tidak
masuk angin.
b) Siraman Pengantin Putra
Urut-urutan upacara siraman
pengantin putra adalah sama seperti sirama pengantin putri hanya yang menyiram
pertama adalah Bapak pengantin putra.
Setelah upacara siraman
pengantin selesai, maka pengantin putra ke tempat pemondokan yang tidak jauh
dari tempat kediaman pengantin putri. Dalam hal ini pengantin putra belum
diizinkan tinggal serumah dengan pengantin putri. Sedangkan pengantin putri
setelah siraman berganti busana dengan busana kerik, yaitu pengantin putri akan
dipotong rambut bagian depan pada dahi secara merata.
2. Upacara Midodareni
Dalam upacara midodareni
pengantin putri mengenakan busana polos artinya dilarang mengenakan perhiasan
apa-pun kecuali cincin kawin. Dalam malam midodareni itulah baru dapat
dikatakan pengantin dan sebelumnya disebut calon pengantin. Pada malam itu
pengantin putra datang ke rumah pengantin putri. Untuk model Yogyakarta
pengantin putra mengenakan busana kasatrian yaitu baju surjan,blangkon model
Yogyakarta, kalung korset, mengenakan keris, sedangkan model Surakarta,
pengantin putra mengenakan busana Pangeran yaitu mengenakan jas beskap, kalung
korset dan mengenakan keris pula. Untuk mempermudah maka pengantin putra pada
waktu malam midodareni boleh juga mengenakan jas lengkap dengan mengenakan dasi
asal jangan dasi kupu-kupu. Kira-kira pukul 19:00, pengantin putra datang ke
rumah pengantin putri untuk berkenalan dengan keluarga dan rekan-rekan
pengantin putri. Setibanya pengantin putra, maka terus diserahkan kepada Bapak
dan Ibu pengantin putri. Setelah penyerahan diterima pengantin putra diantarkan
ke pondok yang telah disediakan yang jaraknya tidak begitu berjauhan dengan
rumah pengantin putri. Pondokan telah disediakan makanan dan minuman sekedarnya
dan setelah makan dan minum ala kadarnya maka pengantin putra menuju ke tempat
pengantin putri untuk menemui para tamu secukupnya kemudia pengantin putra
kembali ke pondokan untuk beristirahat. Jadi jangan sampai jauh malam, karena
menjaga kondisi fisik seterusnya. Jadi kira-kira pukul 22:00 harus sudah
kembali ke pondokan. Hal ini perlu mendapatkan perhatian sepenuhnya agar jangan
sampai pengantin menjadi sangat lelah karena kurang tidur. Setelah upacara
malam midodareni ini masih disusul dengan upacara-upacara lainnya yang
kesemuanya itu cukup melelahkan kedua pengantin.
Pada malam midodareni pengantin
putri tetap di dalam kamar pengantin dan setelah pukul 24:00 baru diperbolehkan
tidur. Pada malam midodareni ini para tamu biasanya berpasangan suami istri.
Keadaan malam midodareni harus cukup tenang dan suasana khidmat, tidajk
terdengar percakapan-percakapan yang terlalu keras.
Para tamu bercakap-cakap dengan
tamu lain yang berdekatan saja. Pada pukul 22:00 - 24:00 para tamu diberikan
hidangan makan dan sedapat mungkin nasi dengan lauk-pauk opor ayam dan telur
ayam kampung, ditambah dengan lalapan daun kemangi.
Perlengkapan yang diperlukan
untuk upacara panggih :
1) Empat sindur untuk dipakai
oleh kedua belah orang tua
2) Empat meter kain mori putih
yang dibagi menjadi dua bagian masing-masing dua meter
3) Dua lembar tikar yang akan
dipergunakan untuk duduk pengantin putri pada waktu di rias
4) Dua buah kendhi untuk siraman
pengantin putra-putri
5) Dua butir kelapa gading yang
masih utuh dan masih pada tangkainya
6) Sebutir telur ayam kampung
yang masih mentah dan baru
7) Sebungkus bunga setaman
8) Satu buah baskom / pengaron
yang telah ada air serta gayungnya untuk upacara membasuh kaki pengantin putra
9) Dua helai kain sindur dengan
bentuk segi empat digunakan pada upacara tanpa kaya atau kantongan yang terbuat
dari kain apa saja.
10) Daham klimah yaitu upacara
makan bersama-sama (dulangan) atau suap-suapan pengantin putri menyuapi
pengantin putra dan sebaliknya
11) Dahar klimah, pada upacara
dahar klimah makanan yang perlu disiapkan adalah : nasi kuning ditaburi bawang
merah yang telah digoreng dan opor ayam. Pada upacara tanpa kaya yang perlu
disediakan ialah : kantongan yang berisi uang logam, beras, kacang tanah,
kacang hijau, kedelai, jagung dan lain-lain.
3. Upacara Akad Nikah
Upacara akad nikah dilaksanakan
menurut agamanya masing-masing. Dalam hal ini tidak mempengaruhi jalannya
upacara selanjutnya. Bagi pemeluk agama Islam akad nikah dapat dilangsungkan di
masjid atau mendatangkan Penghulu. Setelah akad nikah diberikan petunjuk
sebagai berikut : Setelah upacara akad nikah selesai,pengantin putra tetap
menunggu di luar untuk upacara selanjutnya. Yang perlu mendapatkan perhatian
ialah selama upacara akad nikah pengantin putra boleh mengenakan keris (keris
harus dicabut terlebih dahulu) dan kain yang dopakai oleh kedua pengantin tidak
boleh bermotif hewan begitu pula blangkon yang dipakai pengantin putra. Bagi
pemeluk agama Katholik atau Kristen akad nikah dilangsungkan di gereja. Untuk
pemeluk agama Katholik dinamakan menerima Sakramen Ijab, baik agama Islam
maupun Katholik atau Kristen pelaksanaan akad nikah harus didahulukan dan
setelah selesai Ijab Kabul barulah upacara adat dapat dilangsungkan.
4. Upacara Panggih
Bagian I
Upacara balangan sedah / lempar
sirih yaitu pengantin putra dan pengantin putri saling melempar sirih, setelah
itu disusul dengan berjabat tangan tanda saling mengenal.
Bagian II
Upacara Wiji Dadi
Sebelum pengantin putra menginjak
telur, pengantin putri membasuh terlebih dahulu kedua kaki pengantin putra.
Bagian III
Upacara sindur binayang yaitu
pasangan pengantin berjalan dibelakang ayah pengantin putri, sedangkan ibu
pengantin putri dibelakangnya pengantin tersebut. Hal ini mempunyai makna Bapak
selalu membimbing putra-putrinya menuju kebahagiaan, sedangkan Ibu memberikan
dorongan “tut wuri handayani”
Bagian IV
Timbang (Pangkon) dan disusul
upacara tanem
Upacara tanem yaitu Bapak
pengantin putri mempersilahkan duduk kedua pengantin di pelaminan yang bermakna
bahwa Bapak telah merestui dan mengesahkan kedua pengantin menjadi suami istri.
Bagian V
Upacara tukar kalpika yang
disebut juga tukar cincin yaitu memindahkan dari jari manis kiri ke jari manis
kanan dan dilaksanakan saling memindahkan. Hal ini mempunyai makna bahwa suami
istri telah memadu kasih sayang untuk mencapai hidup bahagia sepanjang hidup.
Bagian VI
Kacar-kucur (tanpa kaya)
Upacara kacar-kucur atau disebut
guna kaya yang bermakna bahwa hasil jerih payah sang suami diperuntukkan kepada
sang istri untuk kebutuhan keluarga.
Bagian VII
Kembul Dhahar “ Sekul Walimah “
Upacara kembul dhahar yaitu
kedua pengantin saling suap-suapan secara lahap. Hal ini bermakna bahwa hasil
jerih payah dan rejeki yang diterimanya adalah berkat Rahmat Tuhan dan untuk
mencukupi keluarganya. Segala suka dan duka harus dipikul bersama-sama.
Bagian VIII
Pengantin putra dengan sabar
menunggu pengantin putri menghabiskan Dhaharan.Biasanya Ibu lebih sayang untuk
membuang makanan. Hal ini bermakna agar Tuhan selalu memberikan rezeki dan
selalu mensyukuri rezeki yang diterimanya.
Bagian IX
Upacara Mertuwi
Bapak dan Ibu pengantin putra
datang dijemput oleh Bapak dan Ibu pengantin putri untuk menjenguk pengesahan
perkawinan putrinya. Setelah dipersilahkan duduk oleh Bapak dan Ibu pengantin
putri lalu dilangsungkan upacara sungkeman. Apabila Ayah atau Bapak pengantin
putra telah meninggal dunia, maka sebagai gantinya yaitu kakak pengantin putra
atau pamannya.
Bagian X
Upacara Sungkeman
Upacara sungkeman / Ngebekten
yaitu kedua pengantin berlutut untuk menyembah kepada Bapak dan Ibu dari kedua
pengantin. Dalam hal ini bermakna bahwa kedua pengantin tetap berbakti kepada
Bapak / Ibu pengantin, serta mohon doa restu agar Tuhan selalu memberikan
rahmatnya.
ARTI ISTILAH DAN MAKNANYA
1. TARUB
Kata benda yang menunjukan
pengertian dari satu “ bangunan darurat “ yang khusus didirikan pada dan di
sekitar rumah orang yang mempunyai hajat menyelenggarakan peralatan perkawinan
/ Ngunduh Temanten, dengan tujuan rasional dan irrasional.
Rasional : Membuat tambahan
ruang untuk tempat duduk tamu dan lain-lainnya
Irrasional : Karena pembuatan
tarub menurut adat harus disertai dengan macam macam persyaratan khas yang
disebut srana-srana / sesaji, maka yang demikian itu mempunyai tujuan “
keselamatan lahir batin “ dalam memangku-kerja-perkawinan itu dalam arti luas
Adapun Srana Tarub yang pokok
disebut tuwuhan dengan maksud supaya berkembang di segala bidang bagi kedua
mempelai terdiri dari :
a) Sepasang pohon pisang-raja
yang berbuah, maknanya secara singkat adalah :
• Agar mempelai kelak menjadi
pimpinan yang baik bagi keluarganya/ lingkungannya/bangsanya
• Seperti pohon pisang dapat
tumbuh dan hidup di mana saja maka diharapkan bahwa mempelai berdua pun dapat
hidup dan menyesuaikan diri di lingkungan mana pun juga dan berhasil (berubah)
b) Sepasang Tebu Wulung
Tebu : antipening kalbu = tekad
yang bulat
Wulung : mulus = matang
Maknanya, dari mempelai
diharapkan agar segala sesuatu yang sudah dipikir matang-matang
dikerjakan/dilaksanakan dengan tekad yang bulat, pantang mundur (“mulat sarira
hangrasawani”)
c) Dua janjang kelapa gading
yang masih muda
Kelapa gading : Kelapa yang
kulitnya kuning
Kelapa muda : cengkir
Maknanya, kencengin pikir =
kemauan yang keras
Dari mempelai diharapkan agar
memiliki “kemauan yang keras” untuk dapat mencapai tujuan
d) Daun : beringin
Daun : Maja
Daun : Koro
Daun : Andong
Daun : Alang-alang
Daun : Apa-apa (daun dadap srep)
Maknanya, diharapkan dari
mempelai kelak dapat tumbuh seperti pohon beringin, menjadi pengayom
lingkungannya dan agar semuanya dapat berjalan dengan selamat sentosa lahir
batin (aja ana-sekoro-koro kalis alangan sawiji apa)
2. SRANA/SESAJI TARUB
Menunjukkan pengertian baik kata
benda maupun kata kerja, yang berarti membuat/mempersiapkan semua persyaratan
barang-barang baik yang berujud (materiil) maupun yang tidak berujud
(spirituil) yang diperlukan untuk pelengkap syarat pembuatan tarub sesuai dan
menurut kepercayaan dan pengertian tradisi/adat.
3. NGUNDUH ATAU NGUNDUH TEMANTEN
Kata-kata Ngunduh = memetik yang
dilakukan khusus oleh orang tua dari mempelai lelaki, yang berarti mendatangkan
mempelai berdua di rumah orang tua mempelai lelaki, biasanya setelah 5 hari
anaknya lelaki itu berada di rumah mertuanya sejak hari dilangsungkan
perkawinannya, untuk secara bergantian dirayakan di rumah orang tuanya sendiri
(orang tua mempelai lelaki) dengan maksud untuk memperkenalkan mempelai kepada
keluarganya dan handai taulan.
4. SRANA NGUNDUH
Idem dengan No.2 di atas, untuk
ucapan “ Ngunduh Tematen “
5. PETANEN ATAU KROBONGAN
Kata benda petanen atau
krobongan yakni kamar tengah dari dalem = bangunan rumah yang dibelakang.
Bangunan rumah yang didepan namanya Pendapa
Kamar tengah yang disebut
petanen ini biasanya selalu dihiasi atau bahasa Jawa di robyong. Tempat yang
dirobyong itu lalu disebut Krobongan . Petanen atau juga disebut krobongan ini
adalah kamar yang disediakan untuk DEWI SRI yaitu dewinya pertanian (Jawa =
petanen)
Dalam upacara perkawinan, maka
setelah temu atau panggih, kedua mempelai lalu duduk di muka petanen ini.
Disitulah dilakukan ucapan-ucapan kelanjutannya, misalnya: nimbang, kacar-kucur
atau sungkem dan lain-lainnya. Sesuai dengan perkembangannya sekarang krobongan
disebut pelaminan yang bentuknya disesuaikan dengan situasi dan kondisi.
6. KEMBAR MAYANG
Terdiri dari 2 kata,
Kembar : dua benda yang sama
bentuknya dan ukurannya
Mayang : bunga pohon pinang
Jadi artinya, sepasang benda
yang dirangkai dalam bentuk tertentu dengan bunga pinang guna keperluan
mempelai. Akan tetapi arti sebenarnya dimaksudkan disini melambangkan suatu
“pohon hayat” dalam bentuk sekaligus berfungsi sebagai dekorasi.
7. TEMANTEN ATAU PENGANTIN
Artinya Mempelai
8. PRABOT TEMANTEN
Segala sesuatu yang perlu bagi
seorang temanten, terutama sekali mengenai pakaian tradisional temanten menurut
adat
9. “ PINISEPUH “ PUTRI
Dalam arti sempit :
Ahli waris wanita yang dekat
hubungannya dengan keluarga dan yang kedudukannya dalam lingkungan keluarga itu
lebih tua dari sang mempelai, misalnya :
• Dari garis lurus ke atas
(adscendenten) Ibu, nenek putri, eyang buyut dan seterusnya
• Dari garis samping Kakak
perempuan, bibi (tante, oudtante) dan seterusnya.
Dalam arti luas :
Yang disebut di atas +
wanita-wanita lain yang tua usianya dan sangat akrab hubungannya dengan
keluarga yang bersangkutan (bahasa Jawa disebut Kewula-keraga)
10.“ PINISEPUH “ KAKUNG
Idem dengan No.9 diatas tetapi
untuk pengertian lelaki
11.NGANTHI
Kata kerja Nganthi berarti
membimbing fisik = mendampingi dan memegangi tangan dari sang mempelai
12.SINDUR
Semacam selendang yang warnanya
merah bertepikan putih, melambangkan persatuan dari unsur bapak dan unsur ibu.
Sindur ini dalam upacara perkawinan :
a) Dipakai sebagai ikat pinggang
oleh orang tua (bapak dan ibu) yang menyelenggarakan peralatan mantu.
b) Dipakai sebagai salah satu
sarana dalam upacara perkawinan yaitu setelah mempelai bergandengan tangan
(Jawa : kanthen) berjalan menuju ke tempat duduk pengantin, maka salah seorang
pinisepuh putri (biasanya ibunda mempelai) mengikuti berjalan dekat di belakang
mempelai berdua sambil menyelimutkan sehelai sindur sebagai lambang persatu
paduan jiwa raga suami istri yang abadi.
Sindur diartikan kependekan dari
sin = isin/malu, Ndur = mundur (malu untuk mundur)
Bahwa tujuan perkawinan antara
lain adalah untuk meneruskan kehidupan generasi melalui pembangunan keluarga
sejahtera.
Segala rintangan/hambatan tidak
akan melemahkan keyakinan dirinya terhadap apa yang harus diperjuangkan dalam
usaha membangun suatu keluarga sejahtera, terlebih-lebih dengan disertai do’a
restu orang tua kedua pengantin, maka apapun yang akan dihadapinya akan terus
diperjuangkan sampai terwujudnya harapan serta cita-citanya tersebut.
13.NGABAKTEN / SUNGKEM
Suatu kewajiban moral
tradisional bagi sang mempelai untuk secara fisik menunjukkan/menyatakan bakti
dan hormatnya lahir batin kepada orang tua dan para pinisepuhnya dengan gerakan
tertentu, seraya mohon do’a restu dan mendapat ridho dari Tuhan agar selalu
mendapatkan bimbingan dan petunjuk di dalam membangun keluarga dan berguna bagi
Nusa dan Bangsa.
Pada saat akan sungkem kedua
pengantin melepas selop dan keris yang dikenakan pengantin pria. Hal ini
dimaksudkan bahwa kedua mempelai dengan sepenuh hati telah siap akan bersujud
kepada orang tua pengantin dan pinisepuh
14.GANTI BUSANA
Upacara mempelai untuk sementara
waktu meninggalkan tempat duduknya berjalan menuju kamar rias untuk ganti pakaian
dengan diiringi oleh beberapa orang pinisepuh, saudara-saudaranya (laki-laki
dan perempuan) dan lain-lain anggota keluarga terdekat yang ditunjuk.
15.BESAN
Sebutan yang dipakai untuk
menunjukkan hubungan kekeluargaan antara orang tua dari mempelai lelaki dan
orang tua dari mempelai wanita.
16.MERTUA
Sebutan yang dipakai untuk
menunjukkan hubungan kekeluargaan bagi mempelai lelaki terhadap orang tua dari
mempelai wanita dan bagi mempelai wanita terhadap orang tua dari mempelai
lelaki (parent in laws)
17.AMONG TAMU
Tugas khusus untuk menerima dan
mengantar para tamu ke tempat duduknya, menurut ketentuan protokol.
18.GAMELAN
Seperangkat (unit dari salah
satu macam alat-musik Indonesia) disiapkan untuk lebih menyemarakkan suasana
19.KERIS
Suatu benda semacam
senjata-tajam yang mempunyai bentuk khusus dan dianggap keramat berfungsi
antara lain sebagai salah satu perabot dari pada pakaian kebesaran secara adat
Jawa.
20.PAKAIAN SIKEPAN CEKAK / ALIT
Salah satu model pakaian
pengantin yang dipakai setelah kembali dari ganti menuju ketempat duduknya.
Model ini yang biasa digunakan oleh para pangeran saat upacara2 kebesaran.
21. DIJEJERKAN
Diatur agar mempelai berdua
berdiri berjajar.
22. PAMITAN
Para tamu mohon diri kepada
orang tua kedua mempelai untuk pulang kembali ke tempat masing2.
23. NANDUR
Gerakan dari orang tua laki-laki
untuk mendudukan kedua pengantin di pelaminan dengan menekankan tangan di
pundak pengantin pria dan wanita yang dapat diartikan bahwa setiap orang tua
dengan kasih sayangnya tetap akan selalu memberikan petunjuk2 dan pengarahan
yang benar dengan harapan hendaknya segala sesuatu yang dilaksanakan selalu
didasari budi yang baik dan luhur.
Nandur = menanam
Dimaksukdkan bahwa akan tumbuh
hidup subur dan dari kesuburan tersebut dihasilkan buah yang bagus dan berguna.
24.IMBAL WICARA
Dialog/percakapan yang
dilaksanakan pada saat serah terima kedua pengantin dari orang tua pengantin
putri kepada orang tua pengantin putra
25. BOMBYOK KERIS / KOLONG KERIS
Suatu kelengkapan busana
kebesaran bagi pengantin yang terdiri dari untaian / rangkaian bunga dan mawar
dengan warna putih dan merah yang artinya sama dengan arti sindur
26. OMBYONG
Sebutan bagi rombongan pengiring
pengantin yang biasanya terdiri dari para keluarga terdekat pengantin
pria/wanita yang telah ditentukan
27. NGARAK TEMANTEN
Kata kerja “ngarak” berarti
membimbing secara bersama-sama dalam bentuk rombongan
28. MENGAPIT
Dapat diartikan mendampingi di
sebelah kanan dan kiri yang dapat dilakukan dalam posisi duduk, berdiri atau
berjalan
29. BUCALAN = BUANGAN
Kata benda dari sesaji yang akan
ditempatkan / dibuang di tempat-tempat tertentu (route perjalanan dan kompleks
penyajiannya telah diuraikan di depan / skenario)
Kata kerja dari pelaksanaan
penyajian sesaji bucalan gecok mentah dengan maksud mengharapkan partisipasi
dari para bahu rekso (makhluk yang tidak kelihatan) maupun yang kelihatan,
untuk menjaga jalan-jalan yang akan dilalui pengantin dan juga ditempat-tempat
yang akan dipakai tempat upacara/perhelatan dan diminta supaya tidak mengganggu
pengantin sekalian, beserta orang tuanya, keluarganya, pengiringnya,
tamu-tamunya, para panitia dan pembantunya dan lain-lain. Semoga Tuhan Yang
Maha Kuasa memberikan hajat Ngunduh Temanten tersebut selamat hingga upacara
selesai dengan paripurna khususnya kepada pengantin sekalian diberikan rakhmat,
sejahtera dan bahagia lahir batin
30. SIRAMAN
Menunjukkan pengertian kata
benda dari kata “siram” yang berarti suatu perbuatan tradisional mandi bagi
setiap orang calon mempelai wanita maupun pria menjelang akad nikah.
Untuk keperluan ini diperlukan
pula syarat-syarat atau sesaji-sesaji yang disebut “sirna siraman” yang ujudnya
sesuai dengan uraian pada skenario.
Upacara siraman (mandi mempelai)
ini dipimpin dan dilakukan/dibantu oleh para ahli waris terdekat yang sudah tua
usianya baik dari garis bapak maupun dari garis ibu (sesuai masyarakat adat
yang bersifat ke bapak ibuan = perenteel)